Kenangan 17 Agustus
17 Agustus: Kilasan Kenangan Kemerdekaan dari Masa Kecil hingga Reuni di Bandung
Assalamualaikum Wr. Wb.
17 Agustus. Tanggal dan bulan ini akan selalu diperingati oleh bangsa Indonesia, mengenang Proklamasi Kemerdekaan dari bangsa Jepang yang disahkan oleh Presiden pertama Soekarno. Saat tulisan ini dibuat, sudah 78 tahun berlalu sejak tahun kemerdekaan 1945.
Memang kalau kita pikir, bangsa ini sudah tua. Tetapi bagi negara-negara maju, Indonesia termasuk negara yang masih belia. Semoga di tahun ini dan seterusnya, Indonesia akan semakin jaya, rakyatnya hidup makmur, serta benar-benar menikmati masa-masa kemerdekaan dengan tenteram.
Kali ini, saya tidak akan membahas secara mendalam tentang kemerdekaan, karena sudah banyak situs-situs yang bertebaran di dunia maya membahasnya. Saya ingin mengabadikan kilasan momen pribadi yang terjadi pada tanggal 17 Agustus ini dalam perjalanan hidup saya.
Masa Kecil: Lomba 17-an dan Tangis Kekesalan
Sebagaimana lazimnya masyarakat Indonesia, pada Hari Ulang Tahun Republik Indonesia selalu diadakan berbagai macam perayaan. Mulai dari pawai arak-arakan di kota-kota, hingga bermacam-macam perlombaan untuk anak-anak dan dewasa.
Saat itu, seingat saya, saya masih belum sekolah, mungkin sekitar umur 4 atau 5 tahun. Di lapangan kompleks tempat tinggal saya, diadakan lomba makan kerupuk dengan menggunakan mulut tanpa memegang kerupuknya. Alhasil, saya yang masih kecil sangat kesulitan untuk menjangkaunya. Dengan kesal, saya menangis sekencang mungkin dan mundur dari perlombaan.
Sepertinya hal itu tidak membuat panik orang-orang yang menyaksikannya; mereka malah tertawa lucu melihat saya yang kesal tak mampu menjangkau kerupuk itu. Hanya momen itu yang teringat jelas. Mungkin karena memori saya yang kurang baik, jadi tidak bisa mengingat kejadian mendetailnya.
Kemudian, sekitar umur 6 tahun, saya kembali mengikuti lomba makan kerupuk yang sama. Memang masih kesulitan agar bisa menggigit kerupuk itu, tapi saat itu saya tidak menangis. Ditambah lagi, tiba-tiba tali gantungan kerupuknya lepas, dan kami tak perlu bersusah payah menggunakan mulut. Dengan refleks, tentunya kami langsung menangkap kerupuk masing-masing dan memegangnya.
Masih belum menyerah, saat SMP, saya kembali mengikuti lomba yang sama. Kali ini tentu berhasil menangkapnya dengan mulut serta mengunyahnya. Yeay! Walau bukan juara, tetapi setidaknya saya tidak gagal lagi.
Masa di Bandung: Reuni, Musik, dan Insiden Memalukan
Awal menginjakkan kaki di Kota Kembang, kalau tidak salah ingat sekitar hari Rabu, 10 Agustus 2005. Dan pada hari Rabu depannya, 17 Agustus 2005, saya langsung mengunjungi Wyataguna yang sering disingkat Wg, untuk menyaksikan perayaan 17-an yang dihadiri seluruh penghuni Wg dan sebagian besar alumni, serta para tunanetra simpatisan berkumpul di sana.
Kegiatan tahunan itu memang menjadi momen tunanetra Bandung untuk berkumpul dan secara otomatis menjadi reuni. Ada yang membawa keluarganya, ada yang sendiri, bahkan ada yang janjian untuk bertemu.
Suasana saat 17-an memang sangat ramai dipadati oleh tunanetra. Ditambah lagi dengan hiburan musik yang dimainkan oleh band tunanetra di sana dan para alumni, diramaikan juga dengan permainan sepak bola antara alumni dan siswa pada sore harinya. Sangat membuat kompleks Wg menjadi riuh dengan manusia yang berjubel.
Selama saya mengikuti kegiatan 17-an di Wg, ada kejadian yang memalukan pada sekitar tahun 2009. Saat itu harusnya grup band kami tampil menunjukkan kebolehan, tapi karena tidak menyangka akan dipanggil secepat itu, tidak semua personel berada di lapangan. Karena waktu yang mepet, akhirnya kami bermain apa adanya tanpa vokalis dan basis. Ya, walau ada yang menggantikan mereka, tapi tentunya tidak sesolid bila kami yang memainkannya dengan anggota lengkap.
Semenjak itu, kami tak berani tampil lagi bila ada acara 17-an. Tahun-tahun berikutnya, saya menjalani 17-an dengan menjadi penikmat acara yang diadakan di Wg bersama teman-teman.
Tahun 2017 kemarin adalah terakhir kalinya saya ke Wg. Masih ingat cerita yang saya posting kemarin, kan? Telesales atau Massager?
Saat saya memutuskan untuk tidak kerja di Malang lagi, saya tidak langsung pulang ke Pekanbaru. Saya pikir bakal lama sekali nantinya tidak ke Bandung. Jadi, saat meninggalkan kota Malang, saya ingin hadir pada perayaan 17 Agustus di Wg. Dan benar saja, tahun ini saya merayakan 17-an di rumah mertua. Entahlah untuk tahun depan. Penginnya sih ingin ke Bandung lagi. Soalnya di sana banyak teman-teman yang bisa saya temui.
Komentar
Posting Komentar